9/15/2016

Dalamnya Hati, Tidak Ada Yang Tahu






Gambar diatas gw dapet dari postingan temen gw yang diunggah di Path.
Di antara sekian banyak gambar memes dan foto acara berbuka bersama, isi tulisan ini cukup membuat gw terdiam sebentar.

Seperti meme lainnya, foto ini tidak sempurna. Ada beberapa typo yang sepertinya jadi ciri banyak gambar serupa.
Tapi gambar ini bisa membawa sejenak pikiran gw melayang ke beberapa tahun silam.

Saat itu gw terjebak dalam kemacetan lalu lintas Jakarta di malam hari selesai meeting dengan client. Nothing’s new there. Gw berada di dalam taksi.
Kemacetan yang tak berujung, mau gak mau membuat gw menanggapi ajakan obrolan supir taksi.

Dia bilang, kalau sebelum jadi supir taksi, dia bekerja sebagai supir bis dalam kota. Gw cuma menanggapi sekenanya, sampai dia berkata, “Kalau dipikir-pikir, Maghrib itu mewah ya, mba.”

Gw bingung, lalu bertanya, “Maksudnya gimana tuh, pak?”

Dia jawab, “Lha, iya. Maghrib itu waktunya cuma sejam. Pas matahari terbenam kan ya? Pas itu lagi macet-macetnya jalanan. Orang pada pulang ke rumah. Ya kalo di jalan, ndak bisa minggir sholat. Apalagi pas jaman nyupir bis dulu, mba. Waduh, ya mana bisa minggir buat sholat Maghrib.”

Gw tanggapi dengan singkat, “Didobel dong pak sholatnya?”

“Ya iya, mba. Dijamak (ed.: melakukan dua sholat dalam satu kali ibadah) terus, pas malemnya sama Isyak. Saya cuma bisa sholat Maghrib beneran pas Maghrib itu cuma seminggu sekali, mba, pas libur. Makanya, Maghrib itu mewah buat saya, mba.”

Saat itu gw tersenyum. Melihat ke luar jendela mobil, memandang ke macetnya jalanan, sambil penasaran, berapa orang yang berpikir sama dengan supir taksi ini?

Hanya kita yang tahu bagaimana cara kita berkomunikasi dengan Tuhan. Beribadah adalah urusan yang sangat personal, yang tidak bisa dipaksakan. Dan tidak perlu memaksakan diri. Percaya terhadap kepercayaan, atau memilih untuk tidak percaya pun, adalah pilihan dari relung hati ditambah kesadaran diri yang paling dalam.

Gw cuma yakin, bahwa supir ojek yang harus mengantar barang di tengah kemacetan jam berbuka puasa nilai ibadahnya tidak kalah dengan mereka yang kebetulan sudah berada di masjid dan mengaji. Sama-sama punya prioritas hidup yang mereka kerjakan.

Gw yakin, bahwa doa bisa terucap dalam keadaan apa saja, di mana saja. Seyakin itu pula bahwa Tuhan tidak pernah berhenti mendengar. Apapun, di mana pun, bagaimana pun





*ini adalah sebuah tulisan lama, yang masih disimpan didalam draft, yang akhirnya gw publish. Gak bermaksud untuk jadi sok bener dan sok iya *

-Feb-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar