9/14/2016

Fake It

Pelajaran ini baru gw sadari di awal usia 20-an. Waktu itu gw baru lulus kulian dan baru kerja, Di suatu akhir pekan, putus pacaran, Padahal besoknya harus bekerja. Dengan mata sembab, gw tetep pergi juga ke kantor besok pagi. Yang gw ingat waktu itu, rasanya berat banget menjalani hari, rasanya ingin membenamkan kepala ke bantal seharian. Tapi apa hubungannya business meeting dengan putus pacaran? Ngak Ada. Yang satu buat menafkahi diri, yang satu bikin patah hati. Life goes on. Jadi, meskipun hari itu tidak ada satu pun pembicaraan di meeting yang gw inget, tapi gw tetep hadir. Tetep mengangguk-angguk dan tersenyum. Tertawa kecil kalau ada yang berusaha bercanda.

Because sometimes we have to fake things to get through the day.

Orang yang kamu temui sehari-hari tampak ceria dan sepertinya bebas dari masalah, mungkin di rumah justru merasa kesepian. Because we fake it.
Orang yang kamu lihat penuh percaya diri, dan mampu mempesona orang-orang lain dengan anggukan dan senyuman, mungkin sebenarnya justru sangat insecure dengan penampilannya. Because they fake it.
Orang yang kamu lihat di kaca setiap hari, yang menghela nafas panjang karena kesal dan siap dengan segala sumpah serapah dalam hati, tapi akhirnya tidak jadi mengeluarkan kekesalan dan menjalani hari seperti biasa. Because you fake it.

Mungkin kita tidak sadar bahwa sebenarnya kebiasaan berpura-pura ini sudah ditanamkan dari kecil. Saat kita terjerembab waktu bermain, ibu atau pengasuh kita buru-buru menghampiri kita. Sambil meniup luka, mereka berkata, “Uh, kasihan. Sakit ya? Nggak kok, nggak sakit. Nggak apa-apa. Nggak usah nangis ya.”
Alam bawah sadar sudah menuntun kita untuk menekan emosi. Bahwa yang namanya emotional outburst needs to be suppressed. Tampilkan yang baik-baik saja. The world needs not to know your downside.

Maka dari itu gw percaya bahwa tidak ada 100% kejujuran di dunia ini. Semuanya sudah diproses sedemikian rupa. Kejujuran itu cuma terjadi saat kita tidur. Dengkuran kita itu bukti kejujuran kita. Jujur kalau kita capek, lelah setelah menjalani hari.
Kecuali kalau ada kamera yang merekam aktivitas kita, maka gaya kita tidur pun harus dibuat cantik atau menarik sedemikian rupa.

Because we can always fake it.


Gw mau mengakhiri tulisan ini dengan quote dari salah satu film favorit gw sepanjang masa, The Breakfast Club karya almarhum John Hughes. Coba cari filmnya dan tonton deh. Terutama buat kalian yang masih remaja, atau buat kalian yang mau mengenang kembali masa-masa sebelum kita harus terlalu sering berpura-pura  "When you grow up, your heart dies" 


-Feb-





 

1 komentar: